Kamis, 16 November 2017


A. Komunikasi di Perpustakaan

Komunikasi merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan organsasi. Berhasil atau tidaknya organisasi tersebut dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai sangat tergantung pada kualitas komunikasi yang terjadi antar anggota organisasi. Jika dilihat dari pihak-pihak yang terlibat serta darimana pihak-pihak tersebut berasal dalam proses komunikasi maka aktivitas komunikasi yang dilakukan di perpustakaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu komunikasi internal dan eksternal. Komunikasi internal merupakan komunikasi yang dilakukan antara pustakawan dengan pustakawan, antar pustakawan dengan kepala perpustakaan atau antara pustakawan dengan unit lain di lembaga serta antara pustakawan dengan pimpinan lembaga. Sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi dengan pihak luar perpustakaan seperti dengan media masa, pihak-pihak yang berkepentingan dengan perpustakaan.
Perpustakaan perlu mengelola komunikasi internalnya dengan baik. Usaha ini diperlukan agar tercipta suasana yang kondusif di perpustakaan. Suasana yang kondusif memungkinkan pustakawan memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Pengelolaan komunikasi eksternal diperlukan untuk memelihara hubungan baik dengan stake holder perpustakaan serta membangun citra posistif tentang perpustakaan.
Komunikasi yang dilakukan oleh seorang pustakawan baik dalam konteks komunikasi internal maupun eksternal memiliki beberapa tujuan, berbagai tujuan tersebut anatara lain :
  1. Perubahan Sikap, sikap merupakan suatu kecenderungan yang dipelajari untuk bertingkah laku tertentu terhadap suatu objek.
  2. Perubahan Opini, opini merupakan sesuatu topik yang sedang berkembang dimasyarakat. Saat ini opini yang berkembang di masyarakat tentang perpustakaan cenderung bernilai negatif. Perpustakaan hendaknya selalu berkomunkasi dengan pemustaka sehingga mampu merubah opini masyarakat yang salah tentang perpustakaan.
  3. Perubahan perilaku, setelah mampu merubah sikap serta opini maka tujuan terakhir dari komunikasi yang dilakukan oleh pustakawan adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi karena adanya perubahan sikap dan opini. Sebagai contoh jika seorang sebelumnya enggan datang ke perpustakaan maka apabila telah terjadi perubahan perilaku maka orang tersebut akan rajin untuk datang ke perpustakaan.
  4. Berkomunikasi Secara Cerdas
Seorang pustakawan dituntut untuk bisa menyampaikan dan mengirim informasi, berita atau pesan dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan akal budinya (dengan berpikir) secara cerdas dengan  lisan (verbal). Karena berdasarkan suatu studi ditemukan bahwa mereka banyak memberikan pekerjaan secara lisan. Komunikasi lisan dapat berupa pertemuan tatap muka dari dua orang, atau seorang manajer menghadapi banyak pendengar ; komunikasi ini dapat formal atau informal, dan dapat terencana atau tidak. Komunikasi bisa dikatakan cerdas apabila memiliki unsur-unsur di bawah ini :
1.     Berkomunikasi Secara Efektif
Pemakai perpustakaan adalah orang-orang yang datang kepada kita (para petugas) dengan maksut, tujuan, dan harapan tertentu serta ingin memperoleh apa yang diinginkan dengan cara yang menyenangkan. Oleh karena itu, para petugas bidang pelayanan diharapkan menguasai teknik komunikasi yang sederhana, tetapi efektif, yang akan menimbulkan saling pengertian dan saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) antara kedua belah pihak. Dari beberapa definisi komunikasi diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses pemindahan / penyampaian warta / berita / informasi yang mengandung arti dari satu pihak (seseorang atau tempat) kepada pihak lain dalam upaya saling pengertian. Kunci komunikasi efektif adalah mencoba mengerti dan melakukan tindakan untuk memuaskan keinginan pemakai perpustakaan. Dengan demikian, anda akan menambah jumlah pemakai perpustakanya.


2.     Berkomunikasi Secara Santun
Percakapan merupakan realitas komunikasi penggunaan yang berlangsung dalam interaksi sosial karena prinsipnya percakapan tersebut menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial. Oleh sebab itu percakapan tidak lepas dari pengaruh sosial budaya. Hal itu sesuai dengan pandangan fungsional terhadap bahasa bahwa sebagai sistem tanda, bahasa tidak terlepas dari faktor eksternal, yaitu ciri sosial, ciri demografi, dan sebagainya dan berarti pula bahwa fungsi bahasa tidak saja untuk berkomunikasi, tetapi juga untuk menunjukkan identitas sosial bahkan budaya pemakainya. Pengguna bahasa pada percakapan merupakan fenomena sosial dan budaya yang tidak terlepas dari tradisi berbahasa penuturnya. Dalam berbahasa tiap pelaku tutur senantiasa dilatari oleh faktor sosial dan nilai budaya atau tradisi di sekitarnya. Kebiasaan dapat bervareasi pada satu tempat dengantempat lain, antara satu bangsa dan bangsa lain.
Pemakaian bahasa dalam interaksi tidak dapat dapat dilepaskan dari fungsi bahasa dan komponen-komponen interaksi yang lain. Keberhasilan pemakaian bahasa sebagai sebagai sarana interaksi dengan fungsi tersebut dipengaruhi oleh faktor pelaku tutur dan konteks yang melatarinya. Oleh sebab itu, pemakaian bahasa dapat dipandang sebagai sistem yang di dalamnya melibatkan komponen kebahasaan, pelaku tutur, dan konteks tersebut. Dengan kata lain, aktivitas berbahasa senantiasa dipengaruhi oleh komponen kebahasaan, hal-hal yang berkaitan dengan pelaku tutur, dan faktor sosial budaya sebagai konteks percakapan.
3.    Mendapatkan Efek
       Alasan yang utama mengapa kita mempelajari proses komunikasi, ialah untuk mengetahui bagaimana komunikasi mendapat efek. Kita ingin mengetahui bagaimana efek suatu jenis komunikasi kepada seseorang. Terhadap isi pesan (message content) yang kita kirimkan, kita ingin punya kemajuan untuk meramalkan efek apa yang akan timbul pada pihak penerimanya. Mungkin kita dapat menggambarkan secara sederhana apa yang kita namakan “the condition or succes in communication” (kondisi suksesnya komunikasi, yakni kondisi-kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki.

B.  Faktor-faktor mempengaruhi sikap komunikasi yang efektif oleh pustakawan terhadap pemustaka

Ada beberapa faktor yang harus diketahui oleh pustakawan dan pemustaka dalam berkomunikasi antara lain:
a.       Faktor-faktor budaya
Antara manusia yang satu dengan yang lainnya memiliki budaya yang berbeda-beda sesuai tempat tinggalnya. Budaya Jawa berbeda dengan budaya Lombok, budaya Lombok berbeda dengan budaya Aceh, budaya Aceh berbeda dengan budaya Batak, dan begitu seterusnya. Apabila seseorang tidak memperhatikan budaya orang lain dalam berkounikasi, bisa jadi stimulan yang diberikan pembicara atau penerima tidak sampai dan bahkan dapat disalahpahami.
Pengertian dan penerimaan akan beragamnnya kebudayaan yang satu dengan yang lain dapat membangun relasi yang baik di antara pustakawan dan pemustaka.
b.      Faktor kondisi fisik
Baik fisik yang menyangkut pustakawan, pemustaka, media yang digunakan, ini dapat menjadi faktor baik buruknya relasi antar pengguna dan pustakawan. Seperti ada pemustaka yang difabel, tidak merupakan anggota difabel, ada pemustaka atau pustakawan yang kondisi fisiknya tinggi, pendek, dan sebagainya. Hal ini perlu diperhatikan dalam membangun relasi. Kondisi fisik ini perlu diperhatikan dalam rangka menyesuaikan komunikasi yang bagaimana yang harus dipakai serta media apa yang tepat untuk keduanya. Antara pemustaka biasa dan pemustaka difabel tentu berbeda dalam menyikapinya maupun dalam menyikapi media yang diperlukan.
c.       Faktor emosional
Antara pustakawan dan pemustaka hendaknya mampu membaca situasi emosional yang terjadi, walaupun di sini pustakawan sebenarnya lebih dituntut untuk sebaik mungkin mengatur emosi sesuai kondisi pemustaka. Namun pustakawan tetaplah manusia yang dalam kehidupannya sama dengan pemustaka. Maka, dalam hal ini sebaiknya antara pustakawan dan pemustaka harus saling mengerti kondisi emosi masing-masing. Hal ini sangat mempengaruhi relasi keduanya. Ada yang bilang bahwa sukses itu tidaklah sepenuhnya bergantung pada kecerdasan intelektual, namun kecerdasan emosional juga sangat diperlukan di sana.