A. Komunikasi di Perpustakaan
Komunikasi merupakan salah
satu aspek penting dalam pengelolaan organsasi. Berhasil atau tidaknya
organisasi tersebut dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai sangat tergantung
pada kualitas komunikasi yang terjadi antar anggota organisasi. Jika dilihat
dari pihak-pihak yang terlibat serta darimana pihak-pihak tersebut berasal
dalam proses komunikasi maka aktivitas komunikasi yang dilakukan di
perpustakaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu komunikasi internal dan eksternal.
Komunikasi internal merupakan komunikasi yang dilakukan antara pustakawan
dengan pustakawan, antar pustakawan dengan kepala perpustakaan atau antara
pustakawan dengan unit lain di lembaga serta antara pustakawan dengan pimpinan
lembaga. Sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi dengan pihak luar
perpustakaan seperti dengan media masa, pihak-pihak yang berkepentingan dengan
perpustakaan.
Perpustakaan perlu mengelola
komunikasi internalnya dengan baik. Usaha ini diperlukan agar tercipta suasana
yang kondusif di perpustakaan. Suasana yang kondusif memungkinkan pustakawan
memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Pengelolaan komunikasi eksternal
diperlukan untuk memelihara hubungan baik dengan stake holder
perpustakaan serta membangun citra posistif tentang perpustakaan.
Komunikasi yang dilakukan
oleh seorang pustakawan baik dalam konteks komunikasi internal maupun eksternal
memiliki beberapa tujuan, berbagai tujuan tersebut anatara lain :
- Perubahan Sikap, sikap merupakan suatu kecenderungan yang dipelajari untuk bertingkah laku tertentu terhadap suatu objek.
- Perubahan Opini, opini merupakan sesuatu topik yang sedang berkembang dimasyarakat. Saat ini opini yang berkembang di masyarakat tentang perpustakaan cenderung bernilai negatif. Perpustakaan hendaknya selalu berkomunkasi dengan pemustaka sehingga mampu merubah opini masyarakat yang salah tentang perpustakaan.
- Perubahan perilaku, setelah mampu merubah sikap serta opini maka tujuan terakhir dari komunikasi yang dilakukan oleh pustakawan adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi karena adanya perubahan sikap dan opini. Sebagai contoh jika seorang sebelumnya enggan datang ke perpustakaan maka apabila telah terjadi perubahan perilaku maka orang tersebut akan rajin untuk datang ke perpustakaan.
- Berkomunikasi Secara Cerdas
Seorang
pustakawan dituntut untuk bisa menyampaikan dan mengirim informasi, berita atau
pesan dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan akal budinya (dengan
berpikir) secara cerdas dengan lisan (verbal). Karena berdasarkan suatu
studi ditemukan bahwa mereka banyak memberikan pekerjaan secara lisan.
Komunikasi lisan dapat berupa pertemuan tatap muka dari dua orang, atau seorang
manajer menghadapi banyak pendengar ; komunikasi ini dapat formal atau
informal, dan dapat terencana atau tidak. Komunikasi bisa dikatakan cerdas
apabila memiliki unsur-unsur di bawah ini :
1.
Berkomunikasi Secara Efektif
Pemakai
perpustakaan adalah orang-orang yang datang kepada kita (para petugas) dengan
maksut, tujuan, dan harapan tertentu serta ingin memperoleh apa yang diinginkan
dengan cara yang menyenangkan. Oleh karena itu, para petugas bidang pelayanan
diharapkan menguasai teknik komunikasi yang sederhana, tetapi efektif, yang
akan menimbulkan saling pengertian dan saling menguntungkan (simbiosis
mutualisme) antara kedua belah pihak. Dari beberapa definisi komunikasi
diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses pemindahan /
penyampaian warta / berita / informasi yang mengandung arti dari satu pihak
(seseorang atau tempat) kepada pihak lain dalam upaya saling pengertian. Kunci
komunikasi efektif adalah mencoba mengerti dan melakukan tindakan untuk
memuaskan keinginan pemakai perpustakaan. Dengan demikian, anda akan menambah jumlah pemakai perpustakanya.
2.
Berkomunikasi Secara Santun
Percakapan
merupakan realitas komunikasi penggunaan yang berlangsung dalam interaksi
sosial karena prinsipnya percakapan tersebut menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasi dalam interaksi sosial. Oleh sebab itu percakapan tidak lepas dari
pengaruh sosial budaya. Hal itu sesuai dengan pandangan fungsional terhadap
bahasa bahwa sebagai sistem tanda, bahasa tidak terlepas dari faktor eksternal,
yaitu ciri sosial, ciri demografi, dan sebagainya dan berarti pula bahwa fungsi
bahasa tidak saja untuk berkomunikasi, tetapi juga untuk menunjukkan identitas
sosial bahkan budaya pemakainya. Pengguna bahasa pada percakapan merupakan
fenomena sosial dan budaya yang tidak terlepas dari tradisi berbahasa
penuturnya. Dalam berbahasa tiap pelaku tutur senantiasa dilatari oleh faktor
sosial dan nilai budaya atau tradisi di sekitarnya. Kebiasaan dapat bervareasi
pada satu tempat dengantempat lain, antara satu bangsa dan bangsa lain.
Pemakaian
bahasa dalam interaksi tidak dapat dapat dilepaskan dari fungsi bahasa dan komponen-komponen
interaksi yang lain. Keberhasilan pemakaian bahasa sebagai sebagai sarana
interaksi dengan fungsi tersebut dipengaruhi oleh faktor pelaku tutur dan
konteks yang melatarinya. Oleh sebab itu, pemakaian bahasa dapat dipandang
sebagai sistem yang di dalamnya melibatkan komponen kebahasaan, pelaku tutur,
dan konteks tersebut. Dengan kata lain, aktivitas berbahasa senantiasa
dipengaruhi oleh komponen kebahasaan, hal-hal yang berkaitan dengan pelaku
tutur, dan faktor sosial budaya sebagai konteks percakapan.
3. Mendapatkan Efek
Alasan yang utama mengapa kita
mempelajari proses komunikasi, ialah untuk mengetahui bagaimana komunikasi
mendapat efek. Kita ingin mengetahui bagaimana efek suatu jenis komunikasi
kepada seseorang. Terhadap isi pesan (message content) yang kita
kirimkan, kita ingin punya kemajuan untuk meramalkan efek apa yang akan timbul
pada pihak penerimanya. Mungkin kita dapat menggambarkan secara sederhana apa
yang kita namakan “the condition or succes in communication” (kondisi
suksesnya komunikasi, yakni kondisi-kondisi yang harus dipenuhi jika kita
menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. B. Faktor-faktor mempengaruhi sikap komunikasi yang efektif oleh pustakawan terhadap pemustaka
Ada beberapa
faktor yang harus diketahui oleh pustakawan dan pemustaka dalam berkomunikasi
antara lain:
a.
Faktor-faktor budaya
Antara manusia
yang satu dengan yang lainnya memiliki budaya yang berbeda-beda sesuai tempat
tinggalnya. Budaya Jawa berbeda dengan budaya Lombok, budaya Lombok berbeda
dengan budaya Aceh, budaya Aceh berbeda dengan budaya Batak, dan begitu
seterusnya. Apabila seseorang tidak memperhatikan budaya orang lain dalam
berkounikasi, bisa jadi stimulan yang diberikan pembicara atau penerima tidak
sampai dan bahkan dapat disalahpahami.
Pengertian dan
penerimaan akan beragamnnya kebudayaan yang satu dengan yang lain dapat
membangun relasi yang baik di antara pustakawan dan pemustaka.
b.
Faktor kondisi fisik
Baik fisik yang
menyangkut pustakawan, pemustaka, media yang digunakan, ini dapat menjadi
faktor baik buruknya relasi antar pengguna dan pustakawan. Seperti ada
pemustaka yang difabel, tidak merupakan anggota difabel, ada pemustaka atau
pustakawan yang kondisi fisiknya tinggi, pendek, dan sebagainya. Hal ini perlu
diperhatikan dalam membangun relasi. Kondisi fisik ini perlu diperhatikan dalam
rangka menyesuaikan komunikasi yang bagaimana yang harus dipakai serta media
apa yang tepat untuk keduanya. Antara pemustaka biasa dan pemustaka difabel
tentu berbeda dalam menyikapinya maupun dalam menyikapi media yang diperlukan.
c.
Faktor emosional
Antara pustakawan
dan pemustaka hendaknya mampu membaca situasi emosional yang terjadi, walaupun
di sini pustakawan sebenarnya lebih dituntut untuk sebaik mungkin mengatur
emosi sesuai kondisi pemustaka. Namun pustakawan tetaplah manusia yang dalam
kehidupannya sama dengan pemustaka. Maka, dalam hal ini sebaiknya antara
pustakawan dan pemustaka harus saling mengerti kondisi emosi masing-masing. Hal
ini sangat mempengaruhi relasi keduanya. Ada yang bilang bahwa sukses itu
tidaklah sepenuhnya bergantung pada kecerdasan intelektual, namun kecerdasan
emosional juga sangat diperlukan di sana.